Kamis, 30 Maret 2017

Hasil Pembenaran



Apa yang Kita Dapatkan di dalam Kristus?
(Roma 5:1-11)

Kelulusan dengan nilai cum Laude adalah harapan yang ingin didapatkan oleh setiap mahasiswa. Dengan mendapatkan nilai cum laude seorang mahasiswa memiliki suatu kebanggaan, ternyata usaha yang dilakukan selama kuliah tidak sia-sia. Bahkan dengan nilai tersebut memudahkan seorang mahasiswa untuk mencapai apa yang diimpikan setelah kuliah. Demikian kita pun sebagai mahasiswa pastinya mengharapkan mendapatkan nilai kelulusan cum laude sekalipun dengan mulut mengatakan tidak, namun sesungguhnya hati paling dalam menginginkan hal tersebut. Namun hasil berupa nilai cum laude bagi kita hamba-hamba Tuhan bukanlah menjadi fokus utama, ada hasil yang lebih bermakna ketika kita mengalami proses hidup bersama Tuhan. Apakah yang kita dapatkan? Mari membuka Alkitab kita dalam Roma 5:1-11
Pada teks ini kita dapat menemukan kata-kata yang penting. Kata-kata tersebut mengungkapkan maksud Paulus menuliskan surat ini. Kata-kata penting tersebut adalah Kasih karunia, iman, dibenarkan/diselamatkan, bermegah. Kata-kata penting inilah yang hendak disampaikan oleh Paulus kepada pembaca termasuk kita. Kasih karunia, iman, dibenarkan/diselamatkan, bermegah adalah hasil yang didapatkan dari Tuhan Yesus Kristus. Kristus memilih  kita yang berdosa, kita yang tidak layak, namun Tuhan mau memilih kita. Kalau kita melihat Roma pasal 3, pasal tersebut menjelaskan bagaimana keadaan manusia yang berdosa, manusia tidak layak di hadapan Tuhan, manusia telah kehilangan kemuliaan Allah. Manusia yang seharusnya murni telah tercemar oleh dosa. Dosa bagaikan rantai yang mengikat dan mengekang kehidupan manusia. Manusia mendapatkan maut akibat dosa, kematian yang kekal untuk selama-lamanya. Namun Allah tidak membiarkan manusia dibelenggu dosa, Ia menyatakan diri-Nya melalui Yesus Kristus yang menjadi manusia. Jadi apakah yang didapatkan manusia ketika Yesus hadir dalam hidup manusia berdosa? 

1.      Kasih Karunia yang membawa pada iman dan kebenaran.

Kasih. Apakah itu kasih? Kasih adalah kata dan tindakan yang sering kali membuat alergi kebanyakan orang, termasuk kita mahasiswa-mahasiswi teologia. Mengapa saya katakan membuat alergi? Karena kasih adalah kata yang sangat mudah dikatakan, namun sulit untuk dilakukan. Saya akan mengasihi jika.... (ia baik, ia mengasihi juga,dsb), saya tidak mau mengasihi jika dia tidak sesuai dengan apa mau saya/prinsip saya. Namun Allah mau memberikan kasih kepada orang-orang berdosa.Ia tidak hanya sebagai sang Pemberi kasih, namun Ia adalah kasih itu sendiri. God’s Love. Allah adalah kasih, sehingga Ia rela menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Kristus rela mati bagi orang-orang berdosa. Kristus menyelamatkan manusia berdosa dari murka Allah (ay.8-9). Makna dari kasih Allah sangatlah dalam. Di ayat 7 dijelaskan bahwa tidak mudah mati demi orang-orang jahat, lebih baik mati bagi orang-orang benar. Itu pun tidak banyak orang yang mau melakukan pengorbanan bagi orang lain, untuk diri sendiri saja sayang untuk merelakan nyawa, apalagi untuk orang lain. Namun Allah melakukan pengorbanan yang tak wajar ini, tak dapat diterima oleh akal pikiran manusia. Itu semua karena kasih karunia Allah. Dengan kasih karunia ini membawa manusia memiliki suatu kepercayaan, yaitu iman. Karena kasih-Nya, Allah memberikan iman kepada orang-orang berdosa, sehingga mereka memperoleh keselamatan yang Ia berikan. Jadi iman bukanlah hasil dari usaha manusia, melainkan Allah sendiri yang memberikan iman tersebut, sehingga manusia dapat percaya. Dan iman yang telah diterima membawa manusia pada pembenaran. Ayat 1 mengatakan kita (manusia) yang dibenarkan karena iman... Dibenarkan ini artinya sebenarnya tidak benar, namun dijadikan benar. Allah menjadikan manusia berdosa menjadi benar. Allah membenarkan manusia. Ini artinya manusia yang berdosa mendapatkan pemulihan dari Allah. Ketika manusia masih hidup dalam dosa, ia menjadi seteru Allah yang mendatangkan murka Allah. Namun ketika manusia dibenarkan oleh Kristus, manusia diperdamaikan dengan Allah. Hubungan antara Allah dan manusia dapat dipulihkan kembali karena kasih karunia Allah. Kasih karunia juga melepaskan manusia dari hukuman maut, manusia diselamatkan dari maut. Kasih karunia yang membawa iman dan pembenaran menjadikan manusia memiliki damai sejahtera/shalom. Damai sejahtera yang dimiliki tidak akan pernah hilang karena Allah sendiri yang memberikan. Damai sejahtera juga membawa arti bahwa manusia telah terlepas dari belenggu dosa.

2.      Bermegah dalam Kristus.

Saya mau bertanya dengan teman-teman, apa sih yang sering kali membuat teman-teman bermegah/bangga?
Kebanyakan orang bangga/bermegah jika memiliki kekayaan, bermegah karena kemampuan, jaman sekarang bermegah karena status fb, bbm, banyak yang nge-like, dan sebagainya. Namun bermegah dalam Kristus bukan berkaitan dengan hal-hal tersebut. Pada bagian terdapat 2 bagian bermegah, yaitu positif  dan negatif.

a.      Bermegah dalam pengharapan (positif) (ay. 2, 4-5)

Inilah yang saya katakan keadaan positif. Ketika seseorang telah memiliki iman, maka ia dapat bermegah karena telah memiliki pengharapan kepada Allah. Orang yang telah mendapatkan kasih karunia  memiliki pengharapan kemuliaan Allah yang akan datang. Ia telah siap jika Allah datang, karena ia telah diselamatkan. Ia tidak lagi kuatir dan takut karena dosa-dosanya. Ia telah diselamatkan, maka beroleh pengharapan. Pengharapan tidak akan mengecewakan karena Allah telah menjamin hidup orang yang Ia selamatkan.

b.      Bermegah dalam kesengsaraan (negatif). (ay. 3-5)

Iman kepada Kristus sering kali disalahartikan.  Ada yang beranggapan bahwa ketika mereka hidup dalam Kristus maka terlepas dari kesengsaraan dan penderitaan, akan hidup terlepas dari masalah.   Iman kepada Kristus bukanlah demikian, Kristus mengijinkan kesengsaraan itu terjadi kepada manusia yang beriman. Kesengsaraan merupakan reinforcement/penguatan dari iman kepada Allah. Allah menghadirkan kesengsaraan untuk menguji iman kita, apakah murni atau tidak murni. Iman yang murni adalah ketika mengalami kesengsaraan akan semakin tekun untuk dekat kepada Tuhan, Ia semakin berharap kepada Tuhan/pengharapan hanya kepada Tuhan. kesengsaraan tidak hanya kita diperhadapkan dengan orang-orang untuk menyangkali iman kita melainkan kesengsaraan juga berkaitan dengan kesusahan, sakit penyakit, kurang beruntung, putus pacar, masalah keluarga, dan berbagai problema hidup manusia. Kesengsaraan yang dihadapi manusia akan semakin mendewasakan iman percaya kepada Kristus. Sehingga ada ayat Alkitab yang mengatakan iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati. Jika hanya beriman tidak ada action iman, maka iman itu sia-sia, tidak ada artinya, namun jika ada tantangan-tantangan iman, maka akan semakin nyata bahwa iman dapat benar-benar dipercaya. tidak hanya sekedar perasaan  manusia saja, tetapi iman dapat dipercaya secara perasaan dan logika manusia. Melalui kesengsaraan yang dihadapi menolong manusia untuk membuktikan iman percaya. Saya sangat suka dengan suatu kalimat tes psikologi yang menyatakan, “ kamu hanya akan menganggap anjing sebagai boneka anjing, jika kamu tidak benar-benar melihat dan memegang anjing yang benar/nyata. “ Ini memang benar, jika kita hanya beranggap saja tentang anjing, kita tidak tahu seperti apa anjing itu, tetapi kalau kita telah melihat anjing dan menyentuhnya kita akan tahu bahwa anjing benar-benar hidup. Demikian dengan iman, iman akan hidup dan nyata jika kita menghadapi berbagai tantangan yang menguji kita. Ketika kita tahan uji, kita memperoleh pengharapan yang tidak pernah mengecewakan, yaitu kemuliaan yang akan datang bersama-sama Tuhan.
           
  Melalui perenungan kita ini marilah kita mengoreksi setiap pribadi kita. Apakah kita benar-benar hidup di dalam Kristus? Menjadi suatu pertanyaan yang besar jika kita mengatakan kita beriman, kita hidup dalam Kristus, kita telah diselamatkan, namun kehidupan kita tidak menghidupi iman itu. Mari kita meresponi kasih karunia Kristus dengan kita mewujudnyatakan kasih itu dalam kehidupan kita dengan sikap kita yang benar di hadapan Tuhan dan sikap kasih kita terhadap sesama. Maka dari tindakan kita menunjukkan iman kita kepada Tuhan, menunjukkan kasih karunia yang telah kita dapatkan.




Rabu, 29 Maret 2017

Learning of Life

Untuk menjadi seorang pengajar
Seseorang harus belajar



Renungan



“Dosa Terbesar Adalah Keinginan”
(Yak. 1:14-15)
            Keinginan. Berbicara tentang keinginan tentunya tidak asing lagi bagi kita. Setiap kita pasti memiliki suatu keinginan bahkan bermacam-macam yang ingin dicapai dan terpenuhi. Keinginan adalah suatu hal yang normal/wajar bagi kehidupan manusia. Manusia yang tidak memiliki keinginan adalah manusia yang sudah mati. Karena suatu keinginan hingga muncul slogan yang mengatakan, “Asal ada kemauan/keinginan pasti ada jalan.” Melihat dari slogan ini kita dapat melihat dan memahami bahwa keinginan tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Namun yang menjadi bahaya adalah ketika kita tidak mampu mengontrol keinginan kita. Keinginan kita yang tidak terkontrol akan membawa kita dalam dosa. Contohnya adalah anak-anak muda jaman sekarang. Banyak keinginan yang ingin mereka dapatkan. Kasus terbesar adalah seks. Karena keinginan mereka untuk merasakan seks, maka mereka melakukannya. Contoh lainnya adalah tidak jauh-jauh yaitu kehidupan kita di STTIAA ini. Karena keinginan kita, kita rela melanggar peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dalam SOP. Bahkan kita mencatat rekor tanda tangan dan mendapatkan hukuman. Seperti berpacaran sebelum waktunya, melakukan pemberontakan, pertengkaran, dan sebagainya.
            Maka saya memberikan tema khotbah pagi ini, yaitu “Dosa Terbesar adalah Keinginan.” Mengapa saya memberikan tema demikian? Padahal sering kali kebanyakan orang mengira dan menganggap dosa terjadi karena dari luar dirinya, yaitu dari lingkungan, orang lain, atau iblis. Tanpa kita sadari pasti kita juga berpikir demikian. Bukan karena kita yang menyebabkan dosa. Untuk lebih jelasnya, mari kita buka Alkitab kita didalam Yakobus 1:14-15. Mari kita membacanya bersama-sama. Di kedua ayat ini sangat jelas dikatakan bahwa penyebab dosa terbesar adalah keinginan dari dalam diri seseorang. Mari kita lihat satu persatu dari kedua bagian ayat ini. Di ayat 14 dikatakan bahwa setiap manusia dicobai karena keinginannya, ia diseret dan dipikatnya. Hal ini berarti bahwa dosa terjadi karena keinginan manusia itu sendiri. Saya jadi teringat kisah tentang kejatuhan manusia dalam dosa (Adam dan Hawa). Mereka jatuh dalam dosa karena keinginan mereka. Mereka begitu tertarik dan terpikat terhadap enaknya buah larangan Tuhan. Sehingga membawa mereka jatuh dalam dosa. Melalui kisah ini kita dapat memahami betapa besarnya dampak keinginan bagi kehidupan kita. Keinginan itu kalau diumpamakan sama seperti umpan yang diberikan kepada ikan. Seorang pemancing memberikan umpan yang enak untuk ikan, misalnya umpan yang enak dan kesukaan ikan adalah cacing. Maka pemancing akan memasang umpan itu dan melemparkannya ke dalam air. Hal ini mengundang ikan berdatangan. Tanpa ikan sadari karena keinginannya, ikan langsung makan umpan tersebut dan akhirnya tertangkaplah ia pada si pemancing. Begitu pula dengan kita, ketika kita tidak mengontrol/menguasai keinginan kita, maka yang terjadi adalah kita tertangkap oleh dosa sama seperti ikan tersebut. Dan jika kita terus memelihara keinginan kita, yang terjadi adalah dapat kita lihat di ayat 15. Marilah kita membacanya. Ketika kita terus memelihara keinginan kita terhadap dosa, maka dosa itu semakin berkembang dan berbuah. Hal ini sama dengan virusyang menyerang tanaman. Jika virus tersebut tetap dipelihara, tidak ada usaha untuk membasminya, maka yang terjadi adalah virus tersebut terus berkembang dan menggerogoti tanaman, semakin virus berkembang semakin mati  pula tanaman tersebut. Keinginan kita pun juga demikian. Ketika kita membiarkan keinginan kita, keinginan tersebut akan terus merajalela dalam diri kita dan membawa kita pada dosa-dosa yang lebih besar atau dosa-dosa lainnya. Contohnya adalah di meja kita dihidangkan makanan yang sangat lezat dan makanan tersebut termasuk makanan kesukaan kita. Di samping makanan enak itu terhidang pula makanan yang tidak enak. Pasti dalam hati kita memiliki keinginan untuk mengambil dan memakan makanan yang enak itu. Namun masalahnya makanan tersebut harus dibagi dengan orang lain, padahal kita mau makan dengan puas. Jika kita tidak mengontrol keinginan kita, maka kita akan menjadi marah dan berebut dengan yang lainnya. Ini hanyalah contoh sederhana, masih banyak contoh-contoh yang lain, yang lebih parah dapat terjadi.
            Jadi, melalui Firman Tuhan yang kita renungkan pagi ini, apakah yang harus kita lakukan? Apakah kita tidak boleh memiliki keinginan? Tentunya keinginan itu diperbolehkan, keinginan bukanlah hal yang haram dan menjadi larangan, melainkan keinginan kita harus kita pergunakan dengan benar dan positif. Seperti apakah keinginan yang benar dan positif? Keinginan yang benar dan positif adalah keinginan yang berkenan di hadapan Tuhan. Saya teringat suatu kalimat yang pernah dikatakan oleh salah satu pengkhotbah di tempat ini. Ia mengatakan, “keinginan dapat menjadi netral jika diletakkan pada otoritas Tuhan.” Dari kalimat ini memberitahukan kepada setiap kita untuk memiliki keinginan yang berdasarkan pada kehendak Tuhan. Memang bukanlah hal yang mudah untuk memiliki keinginan yang berdasarkan apa yang Tuhan kehendaki dan bukanlah hal yang mudah mengontrol keinginan yang kita miliki. Namun dari sini kita belajar bahwa kita harus meminta pertolongan Tuhan dalam hidup kita, menyandarkan diri kita kepada Tuhan. Ketika kita telah melakukan hal ini, maka Tuhanlah yang berotoritas pada hidup kita. Tuhan akan mengingatkan kita ketika kita mulai memiliki keinginan. Contohnya ketika kita berada di tempat pelayanannya yang mewah, pasti kita disuguhkan dengan hal-hal yang menimbulkan keinginan kita untuk memilikinya. Seperti semua jemaat menggunakan barang-barang mewah (hp canggih, pakaian limited edition, dsb), kita pun ingin memilikinya, namun kita tidak memiliki cukup uang untuk memperolehnya. Janganlah menjadikan ini untuk memperalat jemaat atau orang lain untuk mendapatkannya. Kita harus mengontrol keinginan kita. Jika kita tidak bisa mendapatkannya, maka kita harus belajar untuk mencukupkan diri kita. Buktinya meskipun kita tidak tidak memiliki hal-hal tersebut Tuhan masih memberkati kita. Contoh lainnya adalah ketika kita memiliki perasaan kepada orang lain, kita sangat mencintainya bahkan memiliki keinginan untuk memilikinya. Jangan karena keinginan kita, kita melakukan hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Cukup kita menyerahkan keinginan kita kepada Tuhan.
            Di akhir Firman Tuhan marilah kita berkomitmen untuk mengontrol keinginan kita keinginan kita. Jangan sampai karena keinginan kita, menyeret kita kepada dosa yang membawa kita pada maut. Dan kemudian kita harus menyerahkan keinginan kita pada Tuhan.
(Apinasari/Semester 2)

video motivasi

Proses unik Tuhan Proses Tuhan sering kali sulit dan sakit Namun memberikan kekuatan dan pengharapan Proses Tuhan menjadikan dewasa