“Dosa Terbesar Adalah
Keinginan”
(Yak. 1:14-15)
Keinginan. Berbicara tentang
keinginan tentunya tidak asing lagi bagi kita. Setiap kita pasti memiliki suatu
keinginan bahkan bermacam-macam yang ingin dicapai dan terpenuhi. Keinginan
adalah suatu hal yang normal/wajar bagi kehidupan manusia. Manusia yang tidak
memiliki keinginan adalah manusia yang sudah mati. Karena suatu keinginan
hingga muncul slogan yang mengatakan, “Asal ada kemauan/keinginan pasti ada
jalan.” Melihat dari slogan ini kita dapat melihat dan memahami bahwa keinginan
tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Namun yang menjadi bahaya adalah
ketika kita tidak mampu mengontrol keinginan kita. Keinginan kita yang tidak
terkontrol akan membawa kita dalam dosa. Contohnya adalah anak-anak muda jaman
sekarang. Banyak keinginan yang ingin mereka dapatkan. Kasus terbesar adalah
seks. Karena keinginan mereka untuk merasakan seks, maka mereka melakukannya.
Contoh lainnya adalah tidak jauh-jauh yaitu kehidupan kita di STTIAA ini.
Karena keinginan kita, kita rela melanggar peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan dalam SOP. Bahkan kita mencatat rekor tanda tangan dan mendapatkan
hukuman. Seperti berpacaran sebelum waktunya, melakukan pemberontakan,
pertengkaran, dan sebagainya.
Maka saya memberikan tema khotbah
pagi ini, yaitu “Dosa Terbesar adalah Keinginan.” Mengapa saya memberikan tema
demikian? Padahal sering kali kebanyakan orang mengira dan menganggap dosa
terjadi karena dari luar dirinya, yaitu dari lingkungan, orang lain, atau
iblis. Tanpa kita sadari pasti kita juga berpikir demikian. Bukan karena kita
yang menyebabkan dosa. Untuk lebih jelasnya, mari kita buka Alkitab kita
didalam Yakobus 1:14-15. Mari kita membacanya bersama-sama. Di kedua ayat ini
sangat jelas dikatakan bahwa penyebab dosa terbesar adalah keinginan dari dalam
diri seseorang. Mari kita lihat satu persatu dari kedua bagian ayat ini. Di
ayat 14 dikatakan bahwa setiap manusia dicobai karena keinginannya, ia diseret
dan dipikatnya. Hal ini berarti bahwa dosa terjadi karena keinginan manusia itu
sendiri. Saya jadi teringat kisah tentang kejatuhan manusia dalam dosa (Adam
dan Hawa). Mereka jatuh dalam dosa karena keinginan mereka. Mereka begitu
tertarik dan terpikat terhadap enaknya buah larangan Tuhan. Sehingga membawa
mereka jatuh dalam dosa. Melalui kisah ini kita dapat memahami betapa besarnya
dampak keinginan bagi kehidupan kita. Keinginan itu kalau diumpamakan sama
seperti umpan yang diberikan kepada ikan. Seorang pemancing memberikan umpan
yang enak untuk ikan, misalnya umpan yang enak dan kesukaan ikan adalah cacing.
Maka pemancing akan memasang umpan itu dan melemparkannya ke dalam air. Hal ini
mengundang ikan berdatangan. Tanpa ikan sadari karena keinginannya, ikan
langsung makan umpan tersebut dan akhirnya tertangkaplah ia pada si pemancing.
Begitu pula dengan kita, ketika kita tidak mengontrol/menguasai keinginan kita,
maka yang terjadi adalah kita tertangkap oleh dosa sama seperti ikan tersebut.
Dan jika kita terus memelihara keinginan kita, yang terjadi adalah dapat kita
lihat di ayat 15. Marilah kita membacanya. Ketika kita terus memelihara
keinginan kita terhadap dosa, maka dosa itu semakin berkembang dan berbuah. Hal
ini sama dengan virusyang menyerang tanaman. Jika virus tersebut tetap
dipelihara, tidak ada usaha untuk membasminya, maka yang terjadi adalah virus
tersebut terus berkembang dan menggerogoti tanaman, semakin virus berkembang
semakin mati pula tanaman tersebut.
Keinginan kita pun juga demikian. Ketika kita membiarkan keinginan kita,
keinginan tersebut akan terus merajalela dalam diri kita dan membawa kita pada
dosa-dosa yang lebih besar atau dosa-dosa lainnya. Contohnya adalah di meja
kita dihidangkan makanan yang sangat lezat dan makanan tersebut termasuk
makanan kesukaan kita. Di samping makanan enak itu terhidang pula makanan yang
tidak enak. Pasti dalam hati kita memiliki keinginan untuk mengambil dan
memakan makanan yang enak itu. Namun masalahnya makanan tersebut harus dibagi
dengan orang lain, padahal kita mau makan dengan puas. Jika kita tidak
mengontrol keinginan kita, maka kita akan menjadi marah dan berebut dengan yang
lainnya. Ini hanyalah contoh sederhana, masih banyak contoh-contoh yang lain,
yang lebih parah dapat terjadi.
Jadi, melalui Firman Tuhan yang kita
renungkan pagi ini, apakah yang harus kita lakukan? Apakah kita tidak boleh
memiliki keinginan? Tentunya keinginan itu diperbolehkan, keinginan bukanlah
hal yang haram dan menjadi larangan, melainkan keinginan kita harus kita
pergunakan dengan benar dan positif. Seperti apakah keinginan yang benar dan
positif? Keinginan yang benar dan positif adalah keinginan yang berkenan di
hadapan Tuhan. Saya teringat suatu kalimat yang pernah dikatakan oleh salah
satu pengkhotbah di tempat ini. Ia mengatakan, “keinginan dapat menjadi netral
jika diletakkan pada otoritas Tuhan.” Dari kalimat ini memberitahukan kepada
setiap kita untuk memiliki keinginan yang berdasarkan pada kehendak Tuhan.
Memang bukanlah hal yang mudah untuk memiliki keinginan yang berdasarkan apa
yang Tuhan kehendaki dan bukanlah hal yang mudah mengontrol keinginan yang kita
miliki. Namun dari sini kita belajar bahwa kita harus meminta pertolongan Tuhan
dalam hidup kita, menyandarkan diri kita kepada Tuhan. Ketika kita telah
melakukan hal ini, maka Tuhanlah yang berotoritas pada hidup kita. Tuhan akan
mengingatkan kita ketika kita mulai memiliki keinginan. Contohnya ketika kita
berada di tempat pelayanannya yang mewah, pasti kita disuguhkan dengan hal-hal
yang menimbulkan keinginan kita untuk memilikinya. Seperti semua jemaat
menggunakan barang-barang mewah (hp canggih, pakaian limited edition, dsb),
kita pun ingin memilikinya, namun kita tidak memiliki cukup uang untuk
memperolehnya. Janganlah menjadikan ini untuk memperalat jemaat atau orang lain
untuk mendapatkannya. Kita harus mengontrol keinginan kita. Jika kita tidak
bisa mendapatkannya, maka kita harus belajar untuk mencukupkan diri kita.
Buktinya meskipun kita tidak tidak memiliki hal-hal tersebut Tuhan masih memberkati
kita. Contoh lainnya adalah ketika kita memiliki perasaan kepada orang lain,
kita sangat mencintainya bahkan memiliki keinginan untuk memilikinya. Jangan
karena keinginan kita, kita melakukan hal-hal yang tidak berkenan di hadapan
Tuhan. Cukup kita menyerahkan keinginan kita kepada Tuhan.
Di akhir Firman Tuhan marilah kita
berkomitmen untuk mengontrol keinginan kita keinginan kita. Jangan sampai
karena keinginan kita, menyeret kita kepada dosa yang membawa kita pada maut.
Dan kemudian kita harus menyerahkan keinginan kita pada Tuhan.
(Apinasari/Semester 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar